Dia juga
telah membangun dinding besar berteknologi tinggi untuk ukuran saat
itu, diantara dua Gunung. Para ahli sejarah meyakini, dinding tersebut
terbuat dari besi yang dicampur dengan tembaga itu terletak tepat di
pengunungan Kaukasus. Daerah itu kini disebut Georgia, negara pecahan
Uni Soviet.
Secara
topografis, deretan pegunungan Kaukasus itu memang terlihat memanjang
dari laut Hitam sampai ke laut Kaspia sepanjang 1.200 kilometer tanpa
celah. Kecuali pada bagian kecil sempit yang disebut celah Darial
sepanjang 100 Meter kurang lebih. Pada bagian celah itulah Zulkarnain
membangun tembok penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj.
Kisah
ketokohan Iskandar Zulkarnain ini juga tertulis dalam catatan sejarah
orang-orang barat. Dalam catatan tersebut diceritakan bagaimana ia
berjaya meluaskan daerah taklukannya dalam masa yang sangat singkat.
Oleh karena kejayaannya ini, ia diberi gelar “Alexander The Great”,
Alexander Yang Agung”. Belakangan cerita ini diadaptasi ke film layar
lebar oleh Sutradara Amerika Serikat, Oliver Stone, dengan judul
Alexander The Great.
Namun
cerita dari orang-orang barat tersebut sangat bertentangan dengan yang
disebutkan dalam Al-Qur’an. Para Mufasir menyatakan, “Alexander The
Great” adalah orang yang berbeda dengan tokoh yang di tulis dalam
Al-Qur’an, Yakni, Iskandar Zulkarnain. Alexander Thr Great itu dalam
sejarahnya tidak diberitakan pernah membangun sebuah dinding besar
berteknologi tinggi untuk ukuran saat itu, yang terbuat dari besi
dicampur tembaga. Bahkan, ia adalah seorang musyrik. Sejarah tidak
mencatatnya sebagai seorang Raja Muslim yang taat kepada agama Tauhid.
Sejarawan
Muslim yang juga ahli tafsir, Ibnu Katsir, dalam kitabnya Al-Bidayah
Wan Nihayah menjelaskan, meski punya nama yang sama dan plot cerita yang
sama, yaitu kekuasaannya membentang dari Barat sampai ke Timur,
keduanya adalah sosok yang berbeda. Antara mereka terbentang jarak dan
waktu sampai 2000 tahun. “Hanya mereka yang tidak mengerti sejarah yang
bisa terkecoh oleh identitas kedua orang itu,” katanya.
Ibnu
Katsir lebih jauh menjelaskan, Zulkarnain adalah nama gelar atau
julukan seorang penglima penakluk sekaligus Raja saleh. Karena
kesalehannya ia selalu mengajak manusia untuk menyembah Allah. Namun
mereka ingkar, malah memukul tanduknya – Qarnun, yaitu rambut kepala
yang di ikat – sebelah kanan, hingga ia mati. Lalu Allah menghidupkannya
kembali, dan ia pun kembali berdakwah. Tetapi sekali lagi tanduknya
yang kiri dipukul, sehingga ia mati lagi. Allah SWT menghidupkannya
kembali dan menjulukinya Zulkarnain, pemilik duaTanduk, serta memberinya
kekuasaan.
Cerita
yang sama juga di jumpai dalam kitab Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an,
karangan Syekh Al-Aiji Asy-Syafi’i. Dalam kitab tersebut disebutkan,
Zulkarnain adalah seorang hamba yang taat kepada Allah dan mengajak
kaumnya menyembah Allah. Lalu mereka memukul tanduknya yang kanan hingga
mati. Kemudian Allah menghidupkannya lagi, dan dia kembali mengajak
kaumnya mengesakan Allah. Tetapi mereka malah memukul tanduknya yang
kiri hingga mati lagi. Lalu Allah menghidupkannya lagi dan
menganugrahinya kekuasaan yang tak tertandingi. Oleh karena itu ia
dijuluki Zulkarnain.
Di
samping kedua kitab tersebut, Mufassir Muslim Ibnu Jarir Ath-Thabari
juga mengisahkannya dalam kitab tafsir Ath-Thabari. Dikatakan, Iskandar
Zulkarnain adalah seorang laki-laki yang berasal dari Romawi, ia anak
tunggal seorang yang paling miskin diantara penduduk kota. Namun dalam
pergaulan sehari-hari, ia hidup dalam lingkungan kerajaan, bergaul
dengan para perwira dan berkawan dengan wanita-wanita yang baik dan
berbudi serta berakhlak mulia.
Imam
Al-Qurtubi dalam kitab tafsir Al-Qur’annya yang populer, Tafsir
Al-Qurtubi, menceritakan, sejak masih kecil dan masa pertumbuhannya
Iskandar berakhlak mulia. Melakukan hal-hal yang baik sehingga terangkat
nama baiknya. Ia juga menjadi mulia di kalangan kaumnya, sehingga Allah
berkenan memberinya kewibawaan.
Setelah
mencapai usia akil balig, Iskandar menjadi seorang hamba yang saleh,
sehingga Allah Berfirman, “Wahai Zulkarnain, Sesungguhnya aku mengutusmu
kepada umat-umat di bumi. Mereka adalah umat yang berbeda-beda
bahasanya dan mereka adalah umat yang berada disegala penjuru bumi.
Mereka terbagi dalam beberapa golongan.”
Mendapat
amanat tersebut, Zulkarnain lalu berkata, “Wahai Tuhanku, Engkau telah
menugasiku melakukan seuatu hal yang aku tidak kuasa melakukannya
kecuali engkau sendiri, maka beritahukan kepadaku tentang umat-umat itu,
dengan kekuatan apa aku bisa melawan mereka? Dengan kesabaran apa aku
bisa menahan mereka? Dan dengan bahasa apa aku harus bicara dengan
mereka? Bagaimana pula aku bisa memahami bahasa mereka sedangkan aku
tidak mempunyai kemampuan.”
Kemudian
Allah SWT berfirman”Aku membebanimu sesuatu yang kamu mampu
melakukannya, aku akan melapangkan pendengaran dan dadamu hingga kamu
bisa mendengar dan memperhatikan segala sesuatu. Memudahkan pemahamanmu
sehingga kamu bisa memahami segala sesuatu, meudahkan lidahmu, hingga
kamu bisa berbicara tentang sesuatu, membukakan penglihatanmu, sehingga
kamu bisa melihat segala sesuatu, melipatgandakan kekuatanmu hingga tak
terkalahkan oleh sesuatu apapun, menyingsingkan lenganmu, hingga tidak
ada sesuatupun yang berani meyerangmu, menguatkan hatimu, hingga kamu
tidak takut pada apapun, menguatkan kedua tanganmu hingga kamu bisa
menguasai segala sesuatu, menguatkan pijakanmu hingga kamu bisa
mengatasi segala sesuatu, memberimu kemuliaan hingga tidak ada apapun
yang menakutimu, menundukkan untukmu cahaya dan kegelapan dan menjadikan
salah satu tentaramu. Cahaya itu akan menjadi petunjuk di depanmu, dan
kegelapan itu akan berkeliling di belakangmu.
Sejak
kecil, Iskandar sudah tidak senang melihat peperangan antara timur,
yaitu kerajaan Persia, dan Barat, Kerajaan Romawi. Perang itu tak ada
hentinya dari tahun ke tahun, malah dari abad ke abad. Ribuan manusia
tewas, kerugian harta benda tak terhitung lagi jumlahnya, apalagi
kerusakan lingkungan hidup, merugikan manusia itu sendiri.
Untuk
menghentikan permusuhan antara timur dan barat, Iskandar bercita-cita
mendirikan sebuah kerajaan yang dapat menyatukan wilayah timur dan
barat.
Iskandar
pun tumbuh menjadi manusia dewasa yang saleh, berakhlak dan berbudi
tinggi. Atas segala kesalehannya itu, Allah mengaruniakan kepadanya
segala kelebihan yang dimiliki oleh seorang pemimpin, lalu Allah
memerintahkan untuk menyeru manusia kepada agama tauhid.
Mula-mula
dengan tentaranya yang lengkap dan kuat, dia menuju ke barat wilaya
Maroko, tempat terbenamnya matahari. Dilihatnya matahari itu terbenam di
mata air yang berlumpur, lautan Atlantik sekarang ini.
Di
situ ia bertemu dengan bangsa yang senantiasa berbuat kerusakan dan
kejahatan. Bukan saja merusak permukaan bumi dan mengacaukannya, tetapi
juga sudah menjadi tabiat mereka suka membunuh orang-orang yang tidak
bersalah sekalipun. Bahkan mereka tidak beragama.
Sebelum
melakukan tindakan, terlebih dahulu Iskandar menadahkan tangannya ke
langit, memohon petunjuk kepada Allah, tindakan apa sebaiknya yang harus
dilakukan terhadap bangsa yang begitu kejam, apakah bangsa itu akan
digempurnya habis-habisan, atau akan dibiarkan begitu saja?
Allah
lalu memberinya dua pilihan: digempur habis-habisan sebagai balasan
atas kekejaman mereka, atau di ajar dan didik agar mereka kembali kepada
kebenaran dan menyembah Allah serta meninggalkan segala kejahatan.
Iskandar
Zulkarnain memutuskan menggempur mereka yang durhaka dan jahat,
sedangkan orang yang baik akan dilindungi. Sebelumnya ia berkata kepada
bangsa tersebut, “Siapa yang aniaya, akan kami siksa dan dikembalikan
kepada Tuhan, agar Tuhan memberikan siksa yang lebih pedih lagi. Adapun
orang-orang yang saleh dan baik, akan kami lindungi, dan kepadanya kami
hanya akan memerintahkan kewajiban-kewajiban yang ringan.”
Kemudian
tentaranya bergerak menewaskan setiap orang yang kejam, melindungi
setiap orang yang baik. Akhirnya negeri itu dapat diamankan dan di
tentramkan serta di atur sebaik-sebaiknya, penuh dengan kehidupan
bahagia dan makmur,
Setelah
selesai menunaikan kewajiban terhadap bangsa dan negeri itu, Iskandar
dengan tentaranya menuju ke arah timur, India. Dilihatnya matahari di
atas bangsa yang musyrik, yang menyembah banyak tuhan, yaitu bangsa
Hindustan.
Bangsa
dan negeri itu pun dapat ditaklukkan, diamankan dan ditentramkannya,
serta diatur sebaik-baiknya sehingga setiap orang dapat merasakan hidup
aman, tentram dan bahagia. Bangsa itu juga dapat dikeluarkan dari lembah
kesesatan.
Selesailah
sudah kewajibannya terhadap bangsa dan negeri itu. Ia lalu menuju ke
utara, negeri Armenia, melalui Persia dan Azarbaijan. Kemenangan demi
kemenangan dicapainya selama dalam perjalanan itu, akhirnya sampailah di
suatu tempat, di sana ia bertemu dengan suatu bangsa yang selalu dalam
ketakutan dan ke khawatiran, karena ternyata negeri itu berbatasan
dengan bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang terkenal kuat dan kejam. Bukan
sekali dua kali saja, tetapi seringkali bangsa Ya’juj dan Ma;juj itu
datang menyerang mereka, menghancurkan apa saja yang didapatinya dan
membunuh siapa saja yang dijumpainya.
Kedatangan
Iskandar ini, mereka sambut dengan segala kehormatan dan kegembiraan,
karena mereka tahu dari kabar yang beredar bahwa Iskandar adalah Raja
yang kuat dan paling adil di muka bumi ini.
Lalu
mereka meminta bantuan kepada Iskandar, agar dilindungi dari serangan
Ya’juj dan Ma’juj. Mereka memohon supaya antara negeri mereka dan negeri
Ya’juj dan Ma’juj dibangun dinding raksasa yang tidak dapat ditembus.
Sebagai imbalannya mereka sanggup membayar mahal Iskandar.
Mendengar permohonan itu, Iskandar Zulkarnain menjawab, “Saya tidak
mengharapkan upah dari kalian, nikmat dan pemberian Tuhanku lebih
berharga daripada upah itu. Hanya kepada kalian saya minta kaum pekerja
dan alat-alatnya: besi, tembaga, arang batu dan kayu.”
Setelah
semuanya terkumpul, ia mulai bekerja dengan bantuan para pekerja.
Mula-mula menyalakan api dengan kayu dan arang batu, diambilnya besi,
lalu dileburkannya dengan api, setelah besi itu mencair, dituangkannya
tembaga, dan diaduk menjadi satu. Dengan bahan campuran inilah di
dirikan dinding raksasa antara negeri itu dan negeri Ya’juj dan Ma’juj.
Dinding besi raksasa itu tidak dapat di tembus dan di lubangi oleh
siapapun dan oleh apapun.
“Dinding ini adalah rahmat dari Tuhan kepada kalian, hanya tuhanlah
yang dapat menembus dinding ini, jika dikehendakinya,” kata Iskandar.
Maka aman dan tentramlah negeri tersebut.
Iskandar
Zulkarnain dapat menaklukkan negeri-negeri yang terbentang antara timur
dan barat. Dengan demikian cita-citanya untuk mempersatukan kerajaan di
timur dan barat tercapai. Negeri yang berada di bawah kekuasaannya,
antara lain Maroko, Romawi, Yunani, Mesir, Persia dan India.
Berkat
ilmu dan pengetahuannya yang luas, serta dasar ketuhanan yang selalu
dipagang teguh dalam mendirikan kerajaan yang besar itu. Penduduknya
hidup dengan aman, tentrem dan makmur. Kebesaran dan kejayaan itu tidak
membuatnya buta dan lupa akan nikmat yang diberikan Allah SWT.
Menurut
Khair Ramdhan Yusuf, dalam bukunya Iskandar Zulkarnain, Panglima
Perang, penakluk dan pemerintah yang saleh, kajian terperinci menurut
Al-Qur’an, Sunah dan Sejarah, terbitan Malaysia, ada empat sosok yang
berkaitan dengan nama Iskandar Zulkarnain. Yaitu, Iskandar Macedonia,
Zulkarnain Al-Hamiri, Raja Himyar, seorang lelaki saleh pada zaman Nabi
Ibrahim, dan Kursh Al-Akhmini Al-Farisi.
Kendati
begitu kita dapat membaca dengan jelas kisah Iskandar Zulkarnain ini
dalam Al-Qur’an Surah Al-Kahfi ayat 83 sampai 98, yang artinya, “Mereka
akan bertanya kepadamu Muhammad, tentang Zulkarnain. Katakanlah, “Aku
akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.”
“Sesungguhnya
kami telah memberi kekuasaan kepadanya di bumi, dan kami telah
menberikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu, maka ia pun
menempuh jalan tersebut. Hingga apabila telah sampai ke tempat
terbenamnya matahari, ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang
berlumpur hitam, dan ia mendapatinya di situ segolongan umat”.
Kami berkata, “Hai Zulkarnain kamu boleh menyiksa atau berbuat kebaikan terhadap mereka.”
Berkata
Zulkarnain, “Adapun orang yang aniaya, kami kelak akan mengazabnya,
kemudian ia kembali kepada Tuhannya, lalu tuhan mengazabnya dengan azab
yang tiada taranya. Adapun orang yang beriman dan beramal saleh, baginya
pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya
yang mudah dari perintah-perintah kami.”
Kemudian
ia menempuh jalan lagi, hingga apabila telah sampai ke tempat terbitnya
matahari ia mendapati matahari yang menyinari segolongan umat yang kami
tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari matahari
itu.”
Demikianlah,
dan sesungguhnya ilmu kami meliputi segala apa yang ada padanya,
Zulkarnain. Kemudian ia menempuh suatu jalan lagi, sehingga apabila
telah sampai diantara dua buah gunung ia mendapati kedua bukit itu suatu
kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Mereka
berkata, “Hai, Zulkarnain sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu
orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami
memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding
antara kami dan mereka?”
Zulkarnain
berkata, “apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku adalah lebih
baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan agar aku membuatkan dinding
antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi.”
Hingga ketika besi itu telah sama rata dengan kedua gunung itu,
berkatalah Zulkarnain, “Tiuplah, dan katika besi itu sudah menjadi api,
ia pun berkata, berilah aku tembaga untuk aku tuangkan ke atas besi
panas itu.”
Maka mereka, Ya’juj dan Ma’juj tidak bisa mendakinya, dan mereka tidak bisa melubanginya.
Zulkarnain
berkata, “Ini adalah rahmat dari Tuhanku. Maka apabila sudah datang
janji tuhanku, dia akan menjadikannya hancur luluh, dan janji Tuhanku
itu adalah benar.”
Sungguhpun
kekuasaan dan keperkasaannya tak tertandingi, akhlak dan hatinya
selembut sutra, hingga karenanya ia mudah menyerap bukti kebenaran
Ilahi. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, menceritakan,
suatu ketika Iskandar Zulkarnain mendatangi suatu kaum yang tidak
memiliki harta benda apapun yang bisa di nikmati. Lalu ia mengirim surat
kepada Raja mereka dan berpesan agar Raja bersedia membalas suratnya.
Namun
Raja itu menolak permintaan Zulkarnain, malah sebaliknya, ia berkata,
jika Zulkarnain merasa ada kepentingan dengannya, sebaiknya dialah yang
datang menemuinya.
Maka Zulkarnain pun pergi menemui Raja mareka, “Aku telah mengirimkan
surat kepadamu dan memintamu datang kepadaku, tetapi kamu menolak, maka
aku datang kepadamu,” kata Zulkarnain setelah sampai di istana Raja.
Sang Raja pun berkata, “Seandainya aku membutuhkanmu, aku pasti akan datang kepadamu.”
Sebagaimana jika aku melihatmu berada dalam suatu keadaan yang tak pernah dialami oleh siapapun?” tanya Zulkarnain.
“Apa
itu?” sang Raja balik bertanya. “Kalian tidak memiliki harta dunia
apapun. Kenapa kalian tidak memiliki emas dan perak hingga kalian bisa
menikmatinya?” balas Zulkarnain.
“Tetapi
kami membenci dua hal tersebut, karena seorang tidak mendapat apapun
dari emas dan perak itu, kecuali hanya menginginkannya lebih dari itu,”
jawab raja itu dengan tangkas.
Zulkarnain
melanjutkan pertanyaannya, “Apa maksud kalian menggali kuburan lalu
setelah itu kalian menjaganya, membersihkannya, dan sembahyang di sana?”
Raja
itu kembali menjawab, “Kami ingin, jika kami memandang kuburan-kuburan
itu dan mengharapkan dunia, kuburan-kuburan itu akan menghalangi kami
dari harapan itu.”
Zulkarnain
bertanya lagi, “Aku melihat kalian tidak memiliki makanan kecuali sayur
sayuran, kenapa kalian tidak memiliki hewan ternak, hingga kalian dapat
memerah susunya, menungganginya dan menikmatinya?”
Mereka
menjawab, “Kami tidak suka menjadikan perut kami sebagai kuburan bagi
binatang itu. Dan kami melihat di dalam tumbuh-tumbuhan itu faedah yang
besar. Cukuplah anak adam memiliki kehidupan yang rendah karena makanan.
Dan makanan apa saja yang melewati rahang bawah kami rasanya sama saja
seperti makanan yang pernah kami makan sebelumnya.”
Setelah Zulkarnain meninggalkan raja itu dengan kagum dan menjadikan penjelasannya sebagai sebuah nasehat yang berharga.
Dalam
setiap perjalananya, Zulkarnain selalu memperlakukan bangsa dan suku
yang ditaklukkannya dengan amat baik dan santun. Tak mengherankan jika
ia menuai kesuksesan dan selalu mendapatkan dukungan dari daerah yang
telah di kuasainya.
Selain
itu, Zulkarnain juga didampingi seorang penasihat kerajaan yang baik
dan sangat luas pengetahuannya, yang tiada lain adalah Nabi Khidir AS.
Sebagian ulama menyebut, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Khidir AS, lalu mengajarkan Wahyu tersebut kepada Zulkarnain.
Seorang
mufassir lain, Al-Alusi, dalam kitab tafsirnya Ruhul Ma’ani, berkata,
“Mungkin Khidir adalah salah satu pembesar kerajaan, seperti perdana
mentrinya, karena tidak tertutup kemungkinan bahwa Zulkarnain
bermusyawarah dengan orang lain saat menghadapi suatu masalah. Sebab
pada saat itu, istilah yang dikenal untuk menyebut orang pandai,
termasuk Nabi, adalah “Ahli Hikmah”. selain itu, pada masa-masa dahulu,
para Nabi juga sering disebut dengan istilah “Orang bijak,” atau
“Hakim”.
Wahab
bin Munabbah dalam kitabnya At-Tijan mengisahkan, pada suatu ketika Nabi
Khidir AS berkata kepada Zulkarnain, Wahai Tuanku, tuan membawa suatu
amanat yang seandainya diberikan kepada langit, langit itu akan runtuh,
jika diberikan kepada Gunung, maka Gunung itu akan roboh, dan jika
diberikan kepada Bumi, maka bumi itu akan terbelah. Tuanku telah diberi
kesabaran dan kemenangan. Tuanku akan melihat suatu kaum yang menyembah
sesama manusia dan mereka adalah musuh-musuh Allah, yaitu Ya’juj dan
Ma’juj. Allah adalah penuntut tidak akan terkelabui oleh orang-orang
yang melarikan diri, dan tidak akan dikalahkan oleh orang yang “Menang”.
Kata Nabi Khidir lagi, “Wahai tuanku, ambillah apa yang telah diberikan
Allah SWT kepada tuan dengan keteguhan hati dan sungguh-sungguh.
Jadikanlah kesabaran sebagai pakaian, kebenaran sebagai pegangan hidup,
dan takut kepada Allah sebagai perlindungan yang menumbuhkan amal pada
tuan, dan tuan akan tenang dari ketakutan akan datangnya ajal. Ambillah
pedang Allah dengan tangan tuan, karena tidak ada orang yang dapat
menolong dan tidak ada orang yang dapat mencegah kemenangan. Cukuplah
bagi tuan, Allah sebagai penolong tuan.”
Dalam
Almuhadlarah al-Awali, kitab yang dikutip Ibnu Katsir, disebutkan,
suatu ketika Nabi Ibrahim AS bertemu dengan Zulkarnain di Mekah. Nabi
Ibrahim Memeluk dan menjabat tangan Zulkarnain serta memberinya bendera.
Lalu ia mengikuti syariat yang dibawa oleh Nabi itu dan menyeru kepada
manusia agar berpegang teguh pada syariat tersebut.
Hal
ini dikuatkan kembali oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh salah
seorang sahabat Nabi SAW, Ubaid bin Umair dan anaknya, Abdullah, yang
menyatakan, selama masa jayanya, Iskandar Zulkarnain pernah melaksanakan
haji dengan berjalan kaki. ketika Nabi Ibrahim mendengar berita
tersebut, beliau menemuinya seraya menyeru kepada agama Tauhid dan
memberikan beberapa nasehat. Nabi Ibrahim juga membawakan Zulkarnain
seekor kuda agar dinaikinya. Akan tetapi Zulkarnain menolak, seraya
berkata, “Saya tidak akan menaiki suatu kendaraan di suatu tempat yang
di dalamnya ada Ibrahim Al-Khalil, yang dikasihi Allah.”
http://skooplangsa.blogspot.com/2010/07/kisah-agung-nabi-iskandar-zulkarnain.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar